KODIKOLOGI DAN SITUASI PERNASKAHAN DI INDONESIA



Belajar Filologi
KODIKOLOGI DAN SITUASI PERNASKAHAN
DI INDONESIA
Kodikologi terdiri dari dua kata yaitu kodeks dan logos, yaitu ilmu yang mempelajari kodeks (dari kata Latin codex, yang berarti naskah). Kata codex semula bermakna ‘teras batang pohon’ kemudian dipakai untuk menunjukkan makna ‘karya klasik dalam bentuk naskah’.
Alphonse Dain adalah pengusul istilah kodikologi pada tahun 1944, kemudian istilah itu mulai popular pada tahun 1949 ketika karyanya yang berjudul Les Manuscrits terbit.
Adapun tugas dan daerah dari kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan naskah-naskah itu. Pembuatan catalog dan pendeskripsian naskah meliputi sifat umum, bagian buku, tulisan, penjilidan, sejarah dan isi. [Baca juga: HUBUNGANFILOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAIN]

Situasi Pernaskahan Di Indonesia

Di mana saja naskah-naskah Indonesia tersimpan? Pada waktu ini yang paling banyak menyimpan naskah dalam berbagai bahasa daerah ialah Perpustakaan Nasional di Jakarta.
Noegraha mencatat bahwa kekayaan Perpustakaan Nasional mencapai 9.626 naskah. Di Perpustakaan Nasional Jakarta sendiri terdapat sekitar seribu buah naskah Arab yang menanti para filolog untuk menguak isinya, sedangkan diluar Perpustakaan Nasional Jakarta, masih banyak sekali tempat yang menyimpan naskah, seperti berbagai museum, yayasan, pemerintah daerah, masjid, pesantren, universitas, dan istana-istana (umpamanya di Surakarta dan Yogyakarta). Di samping itu, tidak terhitung naskah yang disimpan oleh anggota masyarakat sebagai warisan nenek moyangnya. [Baca juga: ILUMINASI, ILUSTRASI, KOLOFON]
Manuskrip di nusantara ada yang berbahasa dan beraksara lokal, ada pula yang beraksara Jawi/Arab Melayu, dan Pegon.

Komentar